Zaro , Dimanakah
Engkau Berada?
Pohon kelapa bergoyang di pinggir
pantai. Angin sepoi-sepoi menggerakkan daun pohon kelapa yang berbaris rapi .
Bayangan rembulan bercermin di air laut yang jernih. Di sudut pantai terdapat
rumah tua yang dihuni oleh keluarga yang bahagia, keluarga Datuk Haikal. Haikal
adalah seorang datuk yang disegani di desa pinggir pantai tersebut.
Anaknya,Dani, baru saja melangsungkan akad nikah sebulan sebelumnya.
Jam kukuk peninggalan buyut
menunjukkan pukul delapan malam. Zaro, istri Dani,sedang membuatkan kopi hitam
kesukaan Dani. Zaro membuat kopi ditemani ibu mertuanya. “Zaro,bagaimana
perasaanmu setelah sebulan menikah dengan Dani?”Ucap ibu mertuanya. Dengan malu-malu
Zaro menjawab,”Hehe..,saya senang sekali bu, pada saat pertama kali bertemu Mas
Dani di SMA , Zaro merasakan Mas Dani itu adalah orang yang baik dan perhatian.Setelah
sekian lama komunikasi jarak jauh Alhamdulillah
sebulan kemarin saya bisa dihalalkan
oleh Mas Dani.” “Bagus ,Zar, semoga kalian berdua selalu dalam lindungan dan
kasih sayang Allah,” ucap ibu mertua. Air yang dipanaskan telah mendidih. Zaro
menuang air panas di cangkir sisa suvenir pernikahannya yang telah diisi kopi
hitam dengan gula.
Dani sedang berada di ruang tamu. Dengan perlahan Zaro membawa
cangkir kopi yang baru saja dibuatnya di sebuah nampan perak kepada suami tersayangnya.
“ Taruh disitu,”ucap Dani sambil bermain gawainya. “Mas,aku mau ngomong sesuatu,”ucap Zaro. “Apa itu,dek?” Tanya Dani. “Mas, aku tadi
siang ditelepon teman-teman satu angkatanku, aku diajak untuk camping bersama mereka.” “Emang di mana
lokasi camping nya?” Tanya Dani. “InsyaAllah di Bukit Jawadi ,Mas.”Jawab
Zaro. “Hah,Bukit Jawadi? Bukannya tempat itu sering ditutup karena sering
terjadi longsor ya?” ”Iya memang,mas. Tapi pada saat musim kemarau seperti ini
dibuka karena relatif aman dari longsor.” Dani menyeruput kopi panas yang
dibuat istri tercintanya lalu berkata,”Kalau itu kemauanmu,aku tidak bisa
melarangmu,sayang.Siapkan saja barang-barang kemahmu dan yang paling
penting,jangan lupakan aku.” “ Ah kamu bisa aja,mas! “Ucap Zaro dengan perasaan
yang berbunga-bunga.
Seminggu setelahnya, Zaro bersiap
untuk pergi. Zaro membawa peralatan camping
yang dibutuhkannya. Zaro pamit dengan suaminya dengan sedikit terisak-isak.
“Sayang , jaga dirimu,ya. Selalu siap sedia dengan telepon genggammu jika aku
menelepon tiba-tiba.” Ucap Dani kepada istrinya. “Iya,aku akan selalu
menyiapkan telepon genggamku di kantong.” Dari ruang keluarga , terdengar ada
yang mengetuk pintu rumah tua milik Datuk. Zaro lantas membuka pintu tersebut. Ternyata Fani, sahabat SMA Zaro. Setelah
salam dan menanyakan kabar, Fani berkata kepada Zaro,“Aku iri denganmu,Ro. Kamu
adalah yang pertama mempunyai suami di angkatan kita ,haha.” “ Ah, Kamu kan
sebentar lagi nyusul,Ni,” ucap Zaro. Bunyi klakson menggema dari jalanan pasir
pantai itu. Tampak sang sopir yang akan membawa mereka ke Bukit Jawadi sudah
tak sabar. Zaro dan Fani bergegas menuju mobil . Zaro berpelukan dengan Dani
dan Dani mengucapkan kata-kata perpisahan yang tak biasa diucapkan. Ada sesuatu
yang mengganjal di pikiran Dani, tapi Dani tidak bisa mengungkapkannya. Mobil
mereka pun melaju menyisakan jejak ban di pasir pantai .
Dua hari Dani lewati tanpa istrinya.
Minum kopi,menelepon istrinya,atau sedikit membaca novel kesukaannya adalah
aktivitas hariannya. Dani sering mengobrol dengan ibunya ketika dia berada di
dapur. Datuk Haikal sedang tidak di rumah. Beliau melakukan safar ke kota untuk musyawarah akbar bersama
bupati. Kerupuk udang sedang dikeringkan oleh ibu. Dani mencium aroma khas
udang asli desa itu. Dani berkata, “Bu, kapan kerupuk-kerupuk ini digoreng?
Dani sudah tak sabar untuk memakannya.” “Tunggu Zaro pulang, Dan. Emangnya kamu mau makan itu sendiri?
Dasar Apatis! Haha! “ , Jawab Ibu. “Ngga
gitu juga bu, Dani ingin mencobanya sedikit saja,mungkin satu buah. Lagipula
mana mungkin Dani menghabiskan kerupuk sebanyak ini. Ayah juga sedang pergi,” timpal
Dani. “Yasudah, nanti Ibu gorengkan sedikit buat kita makan malam ini. Jangan
lupa telepon istrimu lagi!” Jawab Ibu. “Baik bu!” Jawab Dani.
Malam harinya, langit berubah
menjadi kelam dan gelap. Rembulan tak menampakkan cahayanya di air laut. Suara
genting yang diterpa hujan sangat terdengar di telinga Dani dan ibunya. Dani
agak kaget karena sudah lama hujan tidak menerpa daerah itu. Badai itu adalah
badai pertama setelah berbulan-bulan ditempa kekeringan. Lantas Dani menelepon
istrinya namun tak kunjung diangkat. “Dani,ayo makan malam! Ibu sudah siapkan
di ruang tamu.” Dani makan malam dengan ibu di ruang keluarga. Hidangan yang
disiapkan ibu adalah ikan bawal goreng dengan sambal terasi khas desa itu.
Mereka berdua makan dengan lahap. Dani menyalakan televisi dan mulai menontonnya.
Sesekali Dani mengubah satu stasiun TV ke stasiun lainnya. Hingga pada satu
waktu, Dani memilih stasiun televisi nomor 21. Alangkah terkejutnya Dani, telah
terjadi longsor di tempat istrinya berkemah, yaitu di Bukit Jawadi . Dani
memuntahkan apa yang ada di mulutnya dan berkata , “Astagfirullah! Bu, lihat di
TV! Itu bukit Jawadi tempat Zaro berkemah! “ “Wah,benar Dani! Cepat kamu
telepon istrimu! Semoga Ia tidak kenapa-kenapa.” “Baik,bu.” Dani lantas
menelepon istrinya hingga sepuluh kali tapi tak kunjung diangkat. “Bu, Dani
harus pamit. Dani harus segera ke Bukit Jawadi untuk menemui Zaro. Dani yakin
Zaro tidak kenapa-kenapa. “ “Serius,Dani ? Kamu mau kesana dengan apa?
Lagipula, ini sudah malam,tidak mungkin kamu mencarinya dalam gelap begini.”
“Tidak,Bu! Dani harus pergi. Ada sepeda motor tua milik Ayah di belakang rumah.
Dani harus segera pergi ke Bukit Jawadi. Dani harus menemukan Zaro! “ “ Baiklah
kalau itu kemauanmu,nak. Semoga kamu selalu dalam lindungan Allah.”
Dani membawa tas kecil yang berisi
senter,bekal makanan,dan jas hujan. Dani berhenti di sebuah toko kecil untuk
membeli bensin . Sudah lama motor tua Datuk Haikal tidak diisi bahan bakar.
Dani segera melaju ke Bukit Jawadi. Jalanan licin, berlumpur, dan sempit adalah
pantangan yang harus dilewati. Dalam perjalanan , Dani tak henti-hentinya
mengucapkan kalimat istigfar dan zikir lainnya. Rasa cintanya kepada Zaro
membawanya untuk pergi ke Bukit Jawadi yang jaraknya 40 kilometer dari desanya.
Dua jam kemudian, Dani tiba di pintu masuk Bukit Jawadi. Dani menemui petugas
SAR yang berjaga di pintu masuk tersebut. Dani bertanya perihal nasib para
korban disitu. “Mohon maaf,Pak.Apakah saya boleh masuk ke dalam? Saya ingin mencari
istri saya . Dia salah sa– ” “Tidak boleh,Pak. Terlalu berbahaya di dalam. Tim
SAR sedang bekerja keras untuk mengevakuasi para korban.” “Sekali ini saja,Pak.
Saya harus ikut mencari istri saya. Saya yakin dia masih hidup.” “Tidak
boleh,pak. Lagipula probabilitas hidup sangat kecil. Ini adalah peristiwa
longsor terbesar selama dua dekade pendirian bumi perkemahan Jawadi.” Dani
kesal dengan petugas tersebut. Dia berbalik dan mengambil kayu yang ada di
rerumputan dekat pintu masuk tersebut. Saat petugas SAR tersebut berbalik untuk
masuk ke dalam pos, Dani memukulkan kayu tersebut ke kepala petugas hingga
petugas tersebut pingsan. Dani membawa petugas tersebut masuk ke dalam pos dan
didudukkannya di kursinya.
Dani berlari memasuki Bukit Jawadi .
Ketika Dani melihat kanan-kirinya, yang terlihat hanyalah gundukan tanah yang
merupakan sisa-sisa longsor yang terjadi tadi sore. Dibalik cahaya senter yang
remang-remang,Dani melihat ada seorang wanita yang terjepit reruntuhan dari kejauhan
. Ternyata wanita itu cukup familiar, dia adalah Fani , teman Zaro. Dani
bergegas mendekati Fani yang terjebak reruntuhan tersebut. Dani memegang tangan
Fani, ternyata sudah kaku dan tak ada tanda kehidupan. Raut wajah Dani tampak
berubah. Semula tegang berubah menjadi wajah kaku dan sedih. Dani tak juga
berputus asa. Dani meninggalkan tubuh Fani yang tergeletak di reruntuhan,dan
segera melanjutkan perjalanan.
Suasana di Bukit Jawadi tampak
sangat menyeramkan. Dani melihat tubuh manusia terkapar dimana-mana. Masih
sedikit yang berhasil diselamatkan oleh Tim SAR. Di tengah tanah berlumpur,
Dani menginjak sesuatu yang membuatnya terenyuh. Dia menginjak sebuah buku
catatan kecil bertuliskan “Kisah Hidup Zaro”. Dani langsung terisak-isak
melihat buku itu. Di dalamnya,terdapat cincin pernikahan antara Zaro dan Dani.
Dani mengambil tasnya,lantas memasukkan buku itu kedalamnya. Dani melanjutkan
pencarian,sesekali berteriak, “Zaro,dimanakah Engkau?”
Setelah sejam mencari, akhirnya Dani
menemukan titik terang. Dia sampai di ujung barat Bukit Jawadi. Dia menemukan tangan yang
tertimbun yang sedang memegang sebuah kalung. Kalung itu bertuliskan “Zaro”.
Dani lantas mengampil sekop kecil yang dia bawa di tasnya, memindahkan tanah
basah yang mengubur tangan itu. Setelah sebagian tanah telah dipindahkan oleh
Dani, Dani menemukan bahwa tubuh yang terkubur itu adalah tubuh Zaro. “Zaro ,
bangun!” Ucap Dani. Dani memegang wajah Zaro sesekali memukul-mukul kecil. Mata
Zaro terbuka sedikit , Zaro memberi isyarat kepada Dani untuk mendekatkan
telinganya di mulut Zaro. Zaro berkata dengan suara putus-putus dan lirih, “M...m...mas..
aku minta ma ... af ya ... aku be...lum bisa menjadi ist...ri yang baik ba...gimu.”
. Dani berkata, “Wahai,istri tercintaku,kasihku, aku sangat mencintaimu, aku
tidak rela kamu meninggalkanku. Ayo kamu kubawa ke posko medis . Kamu Masih
kuat , Zaro!” Zaro meneteskan air mata membasahi keningnya. Raut kesedihan yang
mendalam tak bisa dielakkan lagi. Zaro nampak mengalami kekurangan oksigen
karena tertimbun tanah. Zaro memberikan
senyum terakhirnya di hadapan Dani. Dani berteriak, “Zaro! Bangun, Zaro!”
Namun,apalah daya Allah berkata lain, Zaro wafat karena musibah itu.
Dani segera mengangkat tubuh Zaro, membawanya
dengan susah payah menuju posko tim SAR. Tiba-tiba hujan mengguyur bumi kembali
. Tanah di bukit bergoyang dan longsorlah tanah bukit tersebut. Dani dan Zaro
terperosok ke dasar bukit. Dani terantuk batu dan pingsan. Setelah dua hari ,
Dani ternyata sudah berada di gubuk tua dekat bukit tersebut. Gubuk tersebut
adalah gubuk milik keluarganya. Datuk Haikal menyeruput teh hangat tanpa gula
di samping Dani. Dani kaget, dan berkata,“Ayah,kenapa aku disini? Di mana
Zaro?” “ Ayah tahu semua apa yang kamu lakukan selama berada di bukit itu. Kamu
menemukan Zaro yang sudah menjadi mayat dan membawanya ke pos Tim SAR. Lalu
kamu terbawa tanah longsor menuju ke dasar bukit. Tubuh Zaro tertimbun di
sana,dan sekarang sudah dimakamkan di pemakaman dekat sini.”Datuk Haikal
bercerita tentang apa yang diketahuinya. “Ayah,di mana letak makam Zaro? Aku
harus ke sana segera.” “Nak, Zaro sekarang sudah ada di sisi Allah, selama
seminggu menikah denganmu, tak ada kata keluhan yang diucapkan dari lisannya.
Zaro selalu ikhlas dapat membuatkanmu kopi dan menemanimu selama sebulan itu.
Jadi,jangan khawatirkan dia, InsyaAllah dia sudah mendapatkan tempat yang
terbaik disisi-Nya.” Dani tersedu-sedu mendengar cerita itu. Tidak mungkin
Datuk Haikal merekayasa hal itu. Memang Datuk Haikal sudah cukup dekat dengan
Zaro . Dani memeluk ayahnya,sembari mengelap air mata kesedihan di punggung
ayahnya.
Akhirnya Dani ikhlas menerima
kepergian istri tercintanya tersebut. Semua yang dialami Dani sudah tercatat di
catatan takdir Allah, tidak bisa dielakkan. Dani masih tidak bisa melepaskan
kesedihannya selama sebulan. Pada pagi yang cerah dan setelah pulih dari kesedihan
yang mendalam,Dani ,Datuk Haikal ,dan
warga desa membangun sebuah monumen yang terletak di dekat rumah tua keluarga
Haikal, yaitu monumen yang diperuntukkan bagi Zaro. Setelah selesai, Dani
berkata, “Zaro, kalau aku tahu lebih awal bahwasanya kamu pergi secepat ini, aku tidak akan rela kamu
pergi ke bukit itu. Namun, mungkin ini adalah cara terbaik yang Allah berikan
kepadamu dan kepadaku. Semoga kamu selalu dalam lindungan-Nya, sayangku.”
Desir ombak terdengar sepoi-sepoi
dari pinggir laut pada sore hari .Dani mengamati laut dan burung camar . Dani
mengambil buku catatan milik Zaro yang dia temukan di Bukit Jawadi kala
itu.Setelah itu,Dani menulis sebuah puisi tentang Zaro di lembar terakhir buku
itu sambil menatapi mentari yang memerah karena akan tenggelam. Dani telah
kehilangan kaki kirinya. Namun, ada satu yang sangat disesalinya, yaitu
kepergian Zaro, seorang wanita tulus yang jarang ditemukan.
Ardika Dhafka Alhaqie
XI SAINS 1
0 Komentar