Featured Post

6/recent/ticker-posts

Cerpen Zaro,Dimanakah Engkau Berada?

Zaro , Dimanakah Engkau Berada?
            Pohon kelapa bergoyang di pinggir pantai. Angin sepoi-sepoi menggerakkan daun pohon kelapa yang berbaris rapi . Bayangan rembulan bercermin di air laut yang jernih. Di sudut pantai terdapat rumah tua yang dihuni oleh keluarga yang bahagia, keluarga Datuk Haikal. Haikal adalah seorang datuk yang disegani di desa pinggir pantai tersebut. Anaknya,Dani, baru saja melangsungkan akad nikah sebulan sebelumnya.
            Jam kukuk peninggalan buyut menunjukkan pukul delapan malam. Zaro, istri Dani,sedang membuatkan kopi hitam kesukaan Dani. Zaro membuat kopi ditemani ibu mertuanya. “Zaro,bagaimana perasaanmu setelah sebulan menikah dengan Dani?”Ucap ibu mertuanya. Dengan malu-malu Zaro menjawab,”Hehe..,saya senang sekali bu, pada saat pertama kali bertemu Mas Dani di SMA , Zaro merasakan Mas Dani itu adalah orang yang baik dan perhatian.Setelah sekian lama komunikasi jarak jauh Alhamdulillah sebulan  kemarin saya bisa dihalalkan oleh Mas Dani.” “Bagus ,Zar, semoga kalian berdua selalu dalam lindungan dan kasih sayang Allah,” ucap ibu mertua. Air yang dipanaskan telah mendidih. Zaro menuang air panas di cangkir sisa suvenir pernikahannya yang telah diisi kopi hitam dengan gula.
            Dani sedang berada di  ruang tamu. Dengan perlahan Zaro membawa cangkir kopi yang baru saja dibuatnya di sebuah nampan perak kepada suami tersayangnya. “ Taruh disitu,”ucap Dani sambil bermain gawainya. “Mas,aku mau ngomong sesuatu,”ucap Zaro.  “Apa itu,dek?” Tanya Dani. “Mas, aku tadi siang ditelepon teman-teman satu angkatanku, aku diajak untuk camping bersama mereka.” “Emang di mana lokasi camping nya?” Tanya Dani. “InsyaAllah di Bukit Jawadi ,Mas.”Jawab Zaro. “Hah,Bukit Jawadi? Bukannya tempat itu sering ditutup karena sering terjadi longsor ya?” ”Iya memang,mas. Tapi pada saat musim kemarau seperti ini dibuka karena relatif aman dari longsor.” Dani menyeruput kopi panas yang dibuat istri tercintanya lalu berkata,”Kalau itu kemauanmu,aku tidak bisa melarangmu,sayang.Siapkan saja barang-barang kemahmu dan yang paling penting,jangan lupakan aku.” “ Ah kamu bisa aja,mas! “Ucap Zaro dengan perasaan yang berbunga-bunga.
            Seminggu setelahnya, Zaro bersiap untuk pergi. Zaro membawa peralatan camping yang dibutuhkannya. Zaro pamit dengan suaminya dengan sedikit terisak-isak. “Sayang , jaga dirimu,ya. Selalu siap sedia dengan telepon genggammu jika aku menelepon tiba-tiba.” Ucap Dani kepada istrinya. “Iya,aku akan selalu menyiapkan telepon genggamku di kantong.” Dari ruang keluarga , terdengar ada yang mengetuk pintu rumah tua milik Datuk. Zaro lantas membuka pintu  tersebut. Ternyata Fani, sahabat SMA Zaro. Setelah salam dan menanyakan kabar, Fani berkata kepada Zaro,“Aku iri denganmu,Ro. Kamu adalah yang pertama mempunyai suami di angkatan kita ,haha.” “ Ah, Kamu kan sebentar lagi nyusul,Ni,” ucap Zaro. Bunyi klakson menggema dari jalanan pasir pantai itu. Tampak sang sopir yang akan membawa mereka ke Bukit Jawadi sudah tak sabar. Zaro dan Fani bergegas menuju mobil . Zaro berpelukan dengan Dani dan Dani mengucapkan kata-kata perpisahan yang tak biasa diucapkan. Ada sesuatu yang mengganjal di pikiran Dani, tapi Dani tidak bisa mengungkapkannya. Mobil mereka pun melaju menyisakan jejak ban di pasir pantai .
            Dua hari Dani lewati tanpa istrinya. Minum kopi,menelepon istrinya,atau sedikit membaca novel kesukaannya adalah aktivitas hariannya. Dani sering mengobrol dengan ibunya ketika dia berada di dapur. Datuk Haikal sedang tidak di rumah. Beliau melakukan safar ke kota untuk musyawarah akbar bersama bupati. Kerupuk udang sedang dikeringkan oleh ibu. Dani mencium aroma khas udang asli desa itu. Dani berkata, “Bu, kapan kerupuk-kerupuk ini digoreng? Dani sudah tak sabar untuk memakannya.” “Tunggu Zaro pulang, Dan. Emangnya kamu mau makan itu sendiri? Dasar Apatis! Haha! “ , Jawab Ibu. “Ngga gitu juga bu, Dani ingin mencobanya sedikit saja,mungkin satu buah. Lagipula mana mungkin Dani menghabiskan kerupuk sebanyak ini. Ayah juga sedang pergi,” timpal Dani. “Yasudah, nanti Ibu gorengkan sedikit buat kita makan malam ini. Jangan lupa telepon istrimu lagi!” Jawab Ibu. “Baik bu!” Jawab Dani.
            Malam harinya, langit berubah menjadi kelam dan gelap. Rembulan tak menampakkan cahayanya di air laut. Suara genting yang diterpa hujan sangat terdengar di telinga Dani dan ibunya. Dani agak kaget karena sudah lama hujan tidak menerpa daerah itu. Badai itu adalah badai pertama setelah berbulan-bulan ditempa kekeringan. Lantas Dani menelepon istrinya namun tak kunjung diangkat. “Dani,ayo makan malam! Ibu sudah siapkan di ruang tamu.” Dani makan malam dengan ibu di ruang keluarga. Hidangan yang disiapkan ibu adalah ikan bawal goreng dengan sambal terasi khas desa itu. Mereka berdua makan dengan lahap. Dani menyalakan televisi dan mulai menontonnya. Sesekali Dani mengubah satu stasiun TV ke stasiun lainnya. Hingga pada satu waktu, Dani memilih stasiun televisi nomor 21. Alangkah terkejutnya Dani, telah terjadi longsor di tempat istrinya berkemah, yaitu di Bukit Jawadi . Dani memuntahkan apa yang ada di mulutnya dan berkata , “Astagfirullah! Bu, lihat di TV! Itu bukit Jawadi tempat Zaro berkemah! “ “Wah,benar Dani! Cepat kamu telepon istrimu! Semoga Ia tidak kenapa-kenapa.” “Baik,bu.” Dani lantas menelepon istrinya hingga sepuluh kali tapi tak kunjung diangkat. “Bu, Dani harus pamit. Dani harus segera ke Bukit Jawadi untuk menemui Zaro. Dani yakin Zaro tidak kenapa-kenapa. “ “Serius,Dani ? Kamu mau kesana dengan apa? Lagipula, ini sudah malam,tidak mungkin kamu mencarinya dalam gelap begini.” “Tidak,Bu! Dani harus pergi. Ada sepeda motor tua milik Ayah di belakang rumah. Dani harus segera pergi ke Bukit Jawadi. Dani harus menemukan Zaro! “ “ Baiklah kalau itu kemauanmu,nak. Semoga kamu selalu dalam lindungan Allah.”
            Dani membawa tas kecil yang berisi senter,bekal makanan,dan jas hujan. Dani berhenti di sebuah toko kecil untuk membeli bensin . Sudah lama motor tua Datuk Haikal tidak diisi bahan bakar. Dani segera melaju ke Bukit Jawadi. Jalanan licin, berlumpur, dan sempit adalah pantangan yang harus dilewati. Dalam perjalanan , Dani tak henti-hentinya mengucapkan kalimat istigfar dan zikir lainnya. Rasa cintanya kepada Zaro membawanya untuk pergi ke Bukit Jawadi yang jaraknya 40 kilometer dari desanya. Dua jam kemudian, Dani tiba di pintu masuk Bukit Jawadi. Dani menemui petugas SAR yang berjaga di pintu masuk tersebut. Dani bertanya perihal nasib para korban disitu. “Mohon maaf,Pak.Apakah saya boleh masuk ke dalam? Saya ingin mencari istri saya . Dia salah sa– ” “Tidak boleh,Pak. Terlalu berbahaya di dalam. Tim SAR sedang bekerja keras untuk mengevakuasi para korban.” “Sekali ini saja,Pak. Saya harus ikut mencari istri saya. Saya yakin dia masih hidup.” “Tidak boleh,pak. Lagipula probabilitas hidup sangat kecil. Ini adalah peristiwa longsor terbesar selama dua dekade pendirian bumi perkemahan Jawadi.” Dani kesal dengan petugas tersebut. Dia berbalik dan mengambil kayu yang ada di rerumputan dekat pintu masuk tersebut. Saat petugas SAR tersebut berbalik untuk masuk ke dalam pos, Dani memukulkan kayu tersebut ke kepala petugas hingga petugas tersebut pingsan. Dani membawa petugas tersebut masuk ke dalam pos dan didudukkannya di kursinya.
            Dani berlari memasuki Bukit Jawadi . Ketika Dani melihat kanan-kirinya, yang terlihat hanyalah gundukan tanah yang merupakan sisa-sisa longsor yang terjadi tadi sore. Dibalik cahaya senter yang remang-remang,Dani melihat ada seorang wanita yang terjepit reruntuhan dari kejauhan . Ternyata wanita itu cukup familiar, dia adalah Fani , teman Zaro. Dani bergegas mendekati Fani yang terjebak reruntuhan tersebut. Dani memegang tangan Fani, ternyata sudah kaku dan tak ada tanda kehidupan. Raut wajah Dani tampak berubah. Semula tegang berubah menjadi wajah kaku dan sedih. Dani tak juga berputus asa. Dani meninggalkan tubuh Fani yang tergeletak di reruntuhan,dan segera melanjutkan perjalanan.
            Suasana di Bukit Jawadi tampak sangat menyeramkan. Dani melihat tubuh manusia terkapar dimana-mana. Masih sedikit yang berhasil diselamatkan oleh Tim SAR. Di tengah tanah berlumpur, Dani menginjak sesuatu yang membuatnya terenyuh. Dia menginjak sebuah buku catatan kecil bertuliskan “Kisah Hidup Zaro”. Dani langsung terisak-isak melihat buku itu. Di dalamnya,terdapat cincin pernikahan antara Zaro dan Dani. Dani mengambil tasnya,lantas memasukkan buku itu kedalamnya. Dani melanjutkan pencarian,sesekali berteriak, “Zaro,dimanakah Engkau?”
            Setelah sejam mencari, akhirnya Dani menemukan titik terang. Dia sampai di ujung barat  Bukit Jawadi. Dia menemukan tangan yang tertimbun yang sedang memegang sebuah kalung. Kalung itu bertuliskan “Zaro”. Dani lantas mengampil sekop kecil yang dia bawa di tasnya, memindahkan tanah basah yang mengubur tangan itu. Setelah sebagian tanah telah dipindahkan oleh Dani, Dani menemukan bahwa tubuh yang terkubur itu adalah tubuh Zaro. “Zaro , bangun!” Ucap Dani. Dani memegang wajah Zaro sesekali memukul-mukul kecil. Mata Zaro terbuka sedikit , Zaro memberi isyarat kepada Dani untuk mendekatkan telinganya di mulut Zaro. Zaro berkata dengan suara putus-putus dan lirih, “M...m...mas.. aku minta ma ... af ya ... aku be...lum bisa menjadi ist...ri yang baik ba...gimu.” . Dani berkata, “Wahai,istri tercintaku,kasihku, aku sangat mencintaimu, aku tidak rela kamu meninggalkanku. Ayo kamu kubawa ke posko medis . Kamu Masih kuat , Zaro!” Zaro meneteskan air mata membasahi keningnya. Raut kesedihan yang mendalam tak bisa dielakkan lagi. Zaro nampak mengalami kekurangan oksigen karena tertimbun tanah. Zaro  memberikan senyum terakhirnya di hadapan Dani. Dani berteriak, “Zaro! Bangun, Zaro!” Namun,apalah daya Allah berkata lain, Zaro wafat  karena musibah itu.
 Dani segera mengangkat tubuh Zaro, membawanya dengan susah payah menuju posko tim SAR. Tiba-tiba hujan mengguyur bumi kembali . Tanah di bukit bergoyang dan longsorlah tanah bukit tersebut. Dani dan Zaro terperosok ke dasar bukit. Dani terantuk batu dan pingsan. Setelah dua hari , Dani ternyata sudah berada di gubuk tua dekat bukit tersebut. Gubuk tersebut adalah gubuk milik keluarganya. Datuk Haikal menyeruput teh hangat tanpa gula di samping Dani. Dani kaget, dan berkata,“Ayah,kenapa aku disini? Di mana Zaro?” “ Ayah tahu semua apa yang kamu lakukan selama berada di bukit itu. Kamu menemukan Zaro yang sudah menjadi mayat dan membawanya ke pos Tim SAR. Lalu kamu terbawa tanah longsor menuju ke dasar bukit. Tubuh Zaro tertimbun di sana,dan sekarang sudah dimakamkan di pemakaman dekat sini.”Datuk Haikal bercerita tentang apa yang diketahuinya. “Ayah,di mana letak makam Zaro? Aku harus ke sana segera.” “Nak, Zaro sekarang sudah ada di sisi Allah, selama seminggu menikah denganmu, tak ada kata keluhan yang diucapkan dari lisannya. Zaro selalu ikhlas dapat membuatkanmu kopi dan menemanimu selama sebulan itu. Jadi,jangan khawatirkan dia, InsyaAllah dia sudah mendapatkan tempat yang terbaik disisi-Nya.” Dani tersedu-sedu mendengar cerita itu. Tidak mungkin Datuk Haikal merekayasa hal itu. Memang Datuk Haikal sudah cukup dekat dengan Zaro . Dani memeluk ayahnya,sembari mengelap air mata kesedihan di punggung ayahnya.
Akhirnya Dani ikhlas menerima kepergian istri tercintanya tersebut. Semua yang dialami Dani sudah tercatat di catatan takdir Allah, tidak bisa dielakkan. Dani masih tidak bisa melepaskan kesedihannya selama sebulan. Pada pagi yang cerah dan setelah pulih dari kesedihan  yang mendalam,Dani ,Datuk Haikal ,dan warga desa membangun sebuah monumen yang terletak di dekat rumah tua keluarga Haikal, yaitu monumen yang diperuntukkan bagi Zaro. Setelah selesai, Dani berkata, “Zaro, kalau aku tahu lebih awal bahwasanya kamu  pergi secepat ini, aku tidak akan rela kamu pergi ke bukit itu. Namun, mungkin ini adalah cara terbaik yang Allah berikan kepadamu dan kepadaku. Semoga kamu selalu dalam lindungan-Nya, sayangku.”
Desir ombak terdengar sepoi-sepoi dari pinggir laut pada sore hari .Dani mengamati laut dan burung camar . Dani mengambil buku catatan milik Zaro yang dia temukan di Bukit Jawadi kala itu.Setelah itu,Dani menulis sebuah puisi tentang Zaro di lembar terakhir buku itu sambil menatapi mentari yang memerah karena akan tenggelam. Dani telah kehilangan kaki kirinya. Namun, ada satu yang sangat disesalinya, yaitu kepergian Zaro, seorang wanita tulus yang jarang ditemukan.
Ardika Dhafka Alhaqie
XI SAINS 1

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement