Featured Post

6/recent/ticker-posts

Ekspedisi Panjang Bersama Almamater

 


Ekspedisi Panjang Bersama Almamater

Cerpen Recount oleh Ardika Dhafka Alhaqie

 

            Perkenalkan, namaku Ardika Dhafka Alhaqie. Panggil saja Dhafka. Aku lahir di sebuah kota terpencil yang berada di pesisir timur Pulau Kalimantan yang bernama Bontang. Saat menulis cerita ini, aku berstatus menjadi seorang mahasiswa baru di salah satu universitas ternama di Bumi Pertiwi. Sebelum aku menempuh studi di universitas tersebut, selama satu dekade lebih empat tahun aku menimba ilmu dan pengalaman di sebuah sekolah terkemuka yang bernama Vidatra. Kata bosan hampir tak pernah terlintas di benakku selama aku bersekolah disana. Perjalanan selama 14 tahun tersebut adalah perjalanan yang panjang namun berkesan dalam noktah kehidupanku.

            Aku mengawali perjalanan dengan bersekolah di TK YPVDP pada tahun 2007. Seorang gurupun belum ada yang kukenal, apalagi teman. Saat itu ayah dan ibuku mengantar hingga ke depan kelas. Kucium tangannya, kupeluk, dan kulepas dengan lambaian tangan sedih dari mereka. Aku tak kuasa ingin lari menuju mereka dan pulang bersamanya. Namun guruku, Ibu Wuriyanti, membawaku masuk ke dalam kelas. Setelah memendam sedih, aku memberanikan diri untuk berkenalan dengan teman sampingku. Ia bernama Karen, seorang siswi yang selalu riang-gembira. Ia menjadi teman pertama yang kukenal saat menjajaki bangku sekolah. Aku dan Karen menjadi teman baik dan sering bermain bersama. Selain Karen, aku memiliki teman jahil yang bernama Tian serta teman yang kelak akan menjadi teman seperjuangan sampai SMA seperti Ragil, Renaldy,  dan lainnya.  Pentas seni di gedung MPB menjadi akhir kisah perjalanan di TK yang telah kujalani selama dua tahun. Aku bersiap untuk menempuh perjalanan baru di jenjang yang lebih tinggi.

            Bagian pertama dalam perjalanan telah usai. Kami masuk  ke bagian paling panjang dari perjalanan : Sekolah Dasar. Kukenakan seragam putih-merah yang disimbolkan sebagai seragam keceriaan. Memang benar, tak hanya TK yang sarat akan keceriaan, saat SD aku selalu mengalami keceriaan yang terpatri dalam hati. Aku bertemu dengan teman baru, yang tak kalah seru dan setia. Alhamdulillah, selain mendapat teman-teman yang seru, aku juga belajar bersama guru-guru yang hebat yang dapat menuntunku untuk selalu berprestasi. Predikat ranking selalu kudapatkan. Orangtua dan guru-guruku selalu mensupport diriku apapun yang kudapatkan. Beside that, Aku juga mengikuti beberapa ekstrakurikuler  seperti dokter kecil dan PMR, yang memberikanku banyak pengalaman dalam dunia medis dan keorganisasian.

            Singkat cerita, aku menjajaki bangku kelas lima. Ini adalah waktu yang paling krusial dalam perjalanan di Sekolah Dasar. Mengapa tidak, bisa dibilang aku adalah seorang yang  ambis dalam mengejar cita-citaku untuk menjadi siswa berprestasi di sekolahku. Aku diminta oleh guruku untuk mengikuti seleksi Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang IPA. Alhamdulillah! Aku dipilih untuk mewakili sekolahku dalam ajang bergengsi ini ke tingkat kota. Gemeteran? Tentu iya. Sebagai manusia biasa, sulit bagiku untuk melawan rasa insecure dalam mengerjakan persoalan dalam olimpiade tersebut. Tapi kuyakin, dengan tekad kuat dan support system dari sekitarku aku dapat meraih yang terbaik. Benar saja, aku dapat lolos dan mewakili provinsiku ke ajang OSN tingkat nasional yang diselenggarakan di Pulau Dewata Bali. Betapa bahagianya, seorang anak kecil ingusan yang berasal dari sudut terpencil Nusantara dapat mewakili provinsinya sendiri dalam ajang bergengsi tersebut. Oh, ya, aku sudah menceritakan kisah tentang olimpiade ini di salah satu tulisanku yang berjudul Antara Pantai dan Kertas. Jadi, jangan lupa dibaca juga ya! Temanku, Kausar, mendapat medali perak dalam ajang ini. Qadarullah, aku belum beruntung dalam ajang ini. Namun pengalaman, hikmah, serta skill yang telah kudapatkan dapat digunakan dalam kehidupanku selanjutnya. Aku juga mendapatkan lebih banyak teman dari seluruh penjuru Nusantara.

Bulan Juli 2014, aku memasuki rintangan terakhir di SD. Seperti yang Aku, kamu, tahu  bahwa kelas akhir dalam suatu jenjang adalah masa yang cukup berat. Try out, bimbingan belajar, serta seminar motivasi sudah menjadi makanan sehari-hari. Namun aku bertekad, aku ingin menjadi yang terbaik dalam Ujian Sekolah (US) SD tahun 2015 itu. Apa hasilnya? Ternyata aku ditetapkan menjadi peraih nilai US SD 2015 terbaik kedua di Kota Bontang. Kalimat syukur tak habisnya kuucapkan dari lisanku. Perjalanan panjang berakhir dengan acara farewell yang dilaksanakan di aula. Pengalaman dan memori yang kudapatkan dalam perjalananku di Sekolah Dasar tidak akan kulupakan hingga kapanpun.

            Perjalanan berlanjut. Bahtera studiku menambatkanku di suatu pulau baru yaitu SMP. Berkenalan dengan teman serta guru baru. Ada suatu yang menarik disini. Bahteraku bak karam. Bisa dibilang pula, bagian terburuk dari studiku selama ini. Nakal, itulah aku. Pada awal kelas tujuh, rasa ingin belajarku berkurang dan kadang menyalahi perintah guru bahkan menunda-nunda tugas hingga tak dikerjakan. Ketika ada perintah salat berjamaah di masjid, aku sering bolos bersama teman-temanku ke tempat persembunyian dekat sekolah.  Aku mencoba mengikuti olimpiade sains bidang ilmu sosial kala itu, namun hanya sampai provinsi, tak lebih. Puncaknya, pada saat pengumuman ranking pada kenaikan kelas, aku tidak mendapatkannya. Ayah dan Ibu sangat kecewa denganku. Aku memutuskan untuk menghapus segala sarana yang dapat mengganggu belajarku. Youtube, game online, dan segala yang dapat mengurangi tingkat fokusku dalam menuntut ilmu. Aku seperti membentuk diri dari awal, menuju pola menuntut ilmu yang baik. Satu kata : taubat.

            Kelas delapan SMP adalah sebuah antiklimaks dari galur kisah hidupku di kelas tujuh. Bayangkan, seorang yang dianggap nakal dan tak berprestasi tiba-tiba diberi amanah untuk masuk ke dalam OSIS bahkan menjadi seorang ketua Kerohanian Islam di sekolahku. (Haha, mimpi apa aku semalam!) Amanah tersebut kuemban dengan baik hingga akhir masa jabatan. Aku sering menjadi pemimpin tadarus, koordinator MABIT (Malam Bina Iman dan Takwa), penyembelihan hewan kurban, dan berbagai kegiatan keislaman lainnya. Disamping itu, aku mengemban amanah pula dalam berbagai kegiatan sekolah seperti pekan seni siswa, fun day and spirit USBN, kemah pramuka, dan acara lain yang tak kalah seru dan menantang. Beruntung aku dikelilingi oleh teman-teman yang suportif dan selalu bahu membahu dalam membantu mengemban amanah itu. Oh,ya. Hampir lupa. Bagaiamana dengan studiku? Alhamdulillah, aku mendapatkan ranking dua di angkatan walaupun pada saat itu aku sibuk dengan berbagai kegiatan. Selain itu, aku ditunjuk oleh guruku untuk menjadi pengisi materi biologi dalam ekstrakurikuler klub sains. Pada masa ini   aku bertemu dengan seorang teman perempuan terbaik yang belum pernah kutemukan kebaikan dan sifatnya pada orang lain sebelumnya. Tak perlu kusebutkan namanya. Bukannya geer, namun menurut diriku Ia menjadi salah satu dari support system terbaik dalam merealisasikan cita-citaku hingga detik aku menulis cerita ini. Kegiatan-kegiatan positif  saat kelas delapan bukan menjadi pelemah semangatku dalam belajar namun sebagai penguat diri dalam meraih yang terbaik.

            Dua tahun di SMP kujalani dengan hiruk-pikuk yang jika dipikir, semua itu menjadi sejarah yang sangat baik dalam perjalananku. Kelas sembilan pun datang. Belajar, belajar, dan belajar. Mungkin frasa itu frasa yang terbaik dalam menggambarkan suasana kelas sembilan. Hari-hari dipenuhi try out, bimbel, bahkan “jam ke nol”. Beruntung, teman-teman di kelas saling support dan bahu membahu dalam belajar bersama dalam mempersiapkan diri menuju Ujian Nasional yang datang pada Bulan Mei 2018 itu. Untunglah, sekolahku peka. Kami diberi waktu untuk refreshing di taman mangrove TNK Bontang. Pening di kepala dapat dicairkan berkat kegiatan itu.

 

Tibalah hari UN. Hari-hari itu Bontang sedang diguyur hujan. Penat, pusing di kepala dapat berkurang mendengar gemercik air dari luar gedung. Beberapa waktu kemudian, rasa syukur kembali terucap. Alhamdulillah, aku meraih peringkat dua dalam UN tingkat SMP YPVDP. Bangga, bisa mengakhiri studiku di SMP dengan prestasi. Huh!

            Hari-hari liburan berlalu. Perjalanan baru menungguku. Tibalah saatnya untuk masuk perjalanan baru : masa putih abu-abu. Masa dimana aku mencari jati diriku, pertemuan dengan guru-guru baru yang hebat, mengembangkan hobi dan bakat yang akan kuceritakan di goresan naskah ini. Pertama kali, kuingat pertemuan di aula mengenakan seragam putih abu-abu. Memanggil kakak kelas dengan panggilan uni-uda, heboh bareng, sawan bareng, dan segala aktivitas bareng yang dilakukan. Studi di SMA tidaklah hampa. Banyak event yang diadakan oleh sekolah seperti tumpengan, karnaval, Gastra, aubade di sekambing, dan lain sebagainya. Aku ditunjuk untuk menjadi panitia dalam acara VIFEST (Vidatra Islamic Festival) di tahun 2018 dan 2019. Aku menjadi koordinator bagian Cerdas Cermat Islam yang diadakan di serambi kiri MPB Badak LNG. Beruntung, acara berlangsung seru, meriah, dan yang terpenting : lancar berkat rida dari-Nya.

            Satu hal yang menarik dari kisah perjalanku di masa SMA. Bukan seorang teman, namun sesuatu yang abstrak dan terpaut hanya di otak. Siapa dia? Dia adalah ilmu kimia. Awalnya, aku mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guruku yang bernama bu Adia dengan antusias. Time flies, di tahun pertamaku aku disarankan untuk mengikuti seleksi olimpiade kimia tingkat sekolah. Alhamdulillah, aku dapat mewaikili sekolah ke tingkat kota. Sekolah tidak berlepas diri dengan siswa yang mengikuti olimpiade. Sekolah mengadakan quarantine dalam rangka mempersiapkan siswa untuk menjadi yang terbaik. Aku ingat saat itu aku sedang menjadi panitia dalam acara Vidatra Science Competition (VSC) bagi siswa SMP/Mts se-Kota Bontang. Sepekan berlalu, waktu yang ditunggu pun tiba. Soal-soal stoikometri hingga organik kulibas habis. Ada rasa deg-degan dalam menunggu hasil, tapi itu semua kujalani dengan penuh tawakkal kepada-Nya. Pengumuman pun mencuat. Lagi-lagi, syukur. Aku menjadi peringkat satu di ajang OSN tingkat kota dan lanjut ke tingkat provinsi. Dalam  mempersiapkannya, aku dan teman-temanku yang lolos berangkat ke Sidoarjo untuk menimba ilmu yang lebih disana. Beruntung, aku bertemu dengan teman-teman baru yang tak kalah asik dan unik. Bertolak dari sana, tim OSN SMA YPVDP tinggal di Hotel megah nan mewah yaitu Midtown Samarinda sehari sebelum perlombaan. Setelah bertempur dengan soal olimpiade yang membuat pusing tujuh keliling di ibukota provinsi, kami kembali ke kota kami. Selang beberapa waktu, kami menerima hasilnya. Yah, belum rezeki ku tahun itu untuk berangkat ke Manado. Tidak apa, aku yakin akan membalasnya di tahun yang akan datang!

            Perahu perjalananku terus menderu, sampailah di dua tahun terakhir studiku di Vidatra. Pengalaman demi pengalaman terus Dhafka dapatkan. Aku mendapat panggilan untuk ke Jakarta dalam rangka mengikuti perlombaan ruang guru Champion. Panggilan itu sangat mendadak. Ketika hari Rabu tanggal 14 Agustus 2019 aku mendapatkan surat, tanggal 17 aku langsung berangkat bersama Bu Herfen Suryati. Syukurlah, beliau adalah personal yang sangat baik dan mengenal Jakarta. FYI, itu adalah kala pertamaku ke Jakarta. Aku sangat antusias, melihat gedung-gedung pencakar langit yang agak asing kalau dilihat di Pulau Kalimantan. Aku juga sempat menajajakan kaki di monas dan bersujud di empuknya karpet Masjid Istiqlal Jakarta Pusat. Seperti orang hilang,ya. Hahahaha.

Sepulang dari sana, aku mendapatkan tugas dan amanah baru yaitu menjadi koordinator bidang lomba event VIFEST 2019. Naik setingkat dari tahun sebelumnya, dengan amanah yang cukup berat. Agustus hingga November 2019 menjadi waktu super sibuk bagiku. WhatsApp-ku berisi chat dengan peserta dan pendamping dalam acara tersebut. Namun begitu, itu tak menyurutkan tugas utamaku untuk belajar di sekolah. Pada puncaknya, tanggal 2 November. Tanggal yang tak akan kulupakan. Acara berjalan dengan lancar meskipun ada sedikit kendala dan masalah. Semua itu akan menjadi pelajaran buatku untuk berkarya dan bekerja dengan maksimal.

Semester dua di tahun kedua SMA datang. Ada suatu yang besar akan hadir di tengah-tengah umat manusia. Tak terbayang sebelumnya, akan hadir pandemi yang membuat resah. Tahun 2020, tahun terakhir dalam berprestasi, berubah euforia nya menjadi euforia perlombaan online. Bersyukur, dua bulan sebelum pandemi, aku dan temanku sempat mengikuti perlombaan di Surabaya yaitu Olimpiade Teknik Kimia ITS (NOPEC) dan ajang KSN-K (sebelumnya bernama OSN) dan meraih peringkat pertama. Semua berubah. Sekolah sepi dan kami harus mengikuti pola pembelajaran baru yaitu pembelajaran jarak jauh atau PJJ. Tak ada teman untuk bercanda, guru untuk bertanya, adanya hanya suara riuh dari masakan di dapur atau teriakan adik kecil di belakang rumah. Sampai-sampai, kami tidak boleh beribadah di masjid dan parahnya lagi, tarawih di tahun itu tidak dijalankan di masjid, langgar, maupun surau. Semua itu adalah ujian dari Allah. Ia ingin mengetahui mana hambanya yang bersabar, mana yang tidak melalui ujian yang cukup berat itu.

            Menjajaki kelas tiga, catatan akan segera ditutup. Pandemi masih menerjang. Pembelajaran hanya melalui platform-platform digital. Ku hanya bisa mendengar suara teman-teman dari gawai. Jarang sekali mengaktifkan kamera. Sabar, itulah yang hanya bisa kita lakukan. Kita terpaksa untuk melek teknologi dan menguasainya. Biarkan semua ini tercatat dalam kronologi sejarah kehidupan kita. Yakin, Allah punya jutaan hikmah dibalik satu musibah.

Beruntung, ajang mencari prestasi tidaklah mandek. Kemendikbud melalui Puspresnas menyelenggarakan ajang KSN-P yang kutunggu-tunggu. Berbeda dari sebelumnya, KSN tingkat provinsi diselenggarakan secara daring. Mulai lagi pertempuran harus disiapkan dengan matang. Agustus 2020, kugarap semua persoalan kimia dengan lancar dan tinggal menunggu hasil.

Boom! Pada awal Bulan September, diumumkanlah hasil KSN-P. Satu lagi kalimat syukur terucap. Aku menjadi peringkat satu di Kompetisi Sains Nasional tingkat Provinsi Kalimantan Timur sehingga mewakili provinsi ke kancah nasional. Persiapan demi persiapan kulakoni. Diselingi dengan pekerjaan sekolah yang tak ada habisnya, aku mengikuti pelatihan KSN  yang diberikan oleh kakak-kakak dari UGM Yogyakarta dan pelatihan Riddar Bogor yang dilakukan secara daring melalui zoom cloud meeting. KSN 2020 digelar secara daring dalam waktu empat hari. Aku datang ke sekolah untuk belajar bersama guruku dan mengikuti rangkaian KSN di laboratorium komputer. Alhasil, aku belum beruntung untuk meraih medali. Namun, aku memikirkan hal yang lebih besar dari itu. Aku bersyukur karena bisa masuk ke nasional yang dengan itu dapat membuat keluarga dan sekolahku bangga. Terlebih lagi bu Adia dan bu Sulistyowati, I made them proud. Semua ini menjadi pelajaran berharga buatku. Aku dapat menutup catatan prasasti emas di Vidatra dengan prestasi yang gemilang. Ini semua berkat keinginan dan tekad yang kuat dariku dan dibarengi dengan berkat dan rida Allah. Yakinlah, dengan niat yang baik kamu akan mendapatkan yang terbaik sesuai apa yang dicita-citakan.

            Tiba saatnya aku menutup catatan perjalananku di VIDATRA. Kapal telah tertambat di perjalanan baru, menandakan perjalanan lama telah usai. US telah kami lewati bersama-sama meskipun secara daring di rumah masing-masing bukti segala perjuangan di perjalanan lama telah dilewati dengan sukses dan penuh tanggungjawab. Tanggal 22 Maret 2021, aku dan sebagian temanku telah diterima menjadi mahasiswa di PTN impian masing-masing. Ekspedisi baru akan datang menerjang. Semoga apa yang dicita-citakan oleh kami semua dapat terlaksana dan diridai oleh Allah Yang Mahakuasa.

            Terimakasih Vidatra. Guruku, keluargaku, temanku. Tanpamu, aku hanyalah secuil butiran pasir di tengah luasnya samudra. Aku bangga menjadi bagian dari Vidatra terutama Vidatra 40. Kuharapkan seribu maaf jika aku punya salah kepada kalian semua. Vidatra, berasal dari wilayah terpencil, namun tekad dan mimpi tidaklah kecil. Berjayalah sepanjang masa.

 

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement